Pagi, kini tak lagi menggairahkan seperti dulu. Tak adalagi kesabaran yang tersisa untuk menghadapi siang. Serta tak pernah lagi ada perenungan pada setiap senja.
barangkali seperti itulah gambaran segala apa yang aku jalani sekarang. barangkali ini hukuman atas kesombonganku terhadap keyakinan-keyakinan ku dulu, bahwa kita akan sama-sama mendaki, sama-sama mencapai puncak pendakian jika kita bersama-sama, bahwa kita akan mewujudkan mimpi ini jika kita terus yakin.
terlalu banyak keyakinan-keyakinan yang aku sombongkan dihadapan mu, padahal itu tak lebih dari sekedar bualan yang sekarang telah menjadi bau bangkai yang paling busuk.
aku malu terhadapmu, aku malu dengan segala kerja keras mu untuk mewujudkan mimpi-mimpi mu. kamu pekerja keras, aku pemalas. kamu pintar, aku bahkan jauh dari sekedar kata 'bisa'. kamu senang beribadah, aku bahkan sangat dekat dengan kekufuran. ya itulah aku, aku adalah apa-apa yang tak ada dalam dirimu.
selamat untuk gelar yang kamu raih. berbahagialah.
Hidup adalah tentang apa-apa yang tak kita ketahui
Selasa, 28 Juli 2015
Sabtu, 20 Juni 2015
Terakhir
N yang baik, apa kabar kamu, mudah-mudahan kamu selalu baik di sana, mudah-mudahan kamu selalu pada lindungan yang maha pelindung, semoga kamu selalu ada pada kasih yang maha pengasih, semoga kamu selalu ada pada naungan nikmat yang maha pemberi nikmat, dan yang terakhir, semoga kamu bisa mensyukuri itu semua.
N, barangkali ini adalah surat ku yang terakhir buat kamu,bahkan mungkin ini tulisan ku yang terakhir, atau setidaknya begini, ini adalah tulisan terakhir yang bisa aku posting di sini, selebihnya akan aku simpan saja semua tulisan ku. karena kamu pasti mafhum dengan ku, aku tak mungkin bisa berhenti menulis, karena hanya dengan tulisan aku sedikit bisa mengeluarkan apa yang ada dalam pikiranku.
N yang baik, terimakasih selama ini sudah mau menjadi teman ku, terimaksih sudah mau meluangkan waktu untuk membaca surat-surat ku.
seperti yang pernah aku tulis di surat ku yang ntah keberapa aku lupa, bahwa jodoh itu sama dengan rezeki, mereka tidak akan pernah tertukar dan Tuhanpun menjajikan demikain. sebagai mahluk kita hanya disuruh-Nya untuk berdoa dan berusaha. sudah titik. tapi memang terkadang kita yang terlalu sombong, menganggap apa yang kita ingin adalah mutlak sebagai rezeki ataupun jodoh kita. kita seringkali lupa bahwa Dia lah yang menentukan semuanya. lalu kemudian kita marah kepada Tuhan jika apa yang kita inginkan tak kunjung terwujud, menanggap bahwa Tuhan tidak adil, menganggap bahwa Tuhan hanya 'berpihak' kepada orang-orang tertentu sedang kita menganggap kita di luar golongan orang-orang 'tertentu' itu, kemudain berkesimpulan bahwa Tuhan pilih kasih.
ya memang begitulah tabiat manusia N, lebih tepatnya mungkin manusia yang tak pernah bersyukur macam aku.
N, yang baik, apa kamu masih suka ngopi? beberapa hari lalu aku bertemu dengan seorang ahli 'ngopi', dia memberiku satu rahasia, kamu mau tau? baiklah akan aku bagi disini. katanya kalo kamu ingin kopi mu tambah nikmat, seduhlah kopimu dengan air yang bener-benar mendidih jangan dari termos, kemudian kamu aduk kopi itu ke arah kiri beberapa menit lalu tutuplah dan diamkan beberapa menit pula, setelah itu baru kamu boleh mengaduknya dengan gula. cobalah N, kamu pasti suka.
Oya N, terimakasih beberapa malam ini kamu sudah mau datang ke mimipiku. beberapa malam ini kamu sudah mau meluangkan waktu untuk bertanya kabarku. aku baik-baik disini, aku sudah sholat lagi kok, tenang saja.
N, sebelum aku mengahiri suratku, aku punya dua permintaan, mungkin ini permintaan ku yang terakhir.
pertama. datanglah ke mimpinya, bukannya kamu selalu bilang kepadaku kalo kamu ingin mengenalnya? kamu ingin berbincang dengan dia?
datanglah ke mimipinya N, ajaklah dia berbincang sebentar, maka kamu akan tahu betapa mengasikkannya dia, betapa pintarnya dia, betapa sempurnya dia menjadi seorang perempuan. betapa dia harus mewujudkan cita-citanya, betapa dia berhak mendapat segala apa yang lebih baik dari sekedar apa yang dia inginkan.
beritahu dia bahwa aku tak pernah sejujur ini dengan orang kecuali dia, bahkan orang tua ku sendiri, agar dia tidak terlalu banyak menghabiskan waktunya untuk selalu curiga kepada ku.
beritahu dia bahwa tak semua keluhan harus diucapkan.
beritahu dia bahwa aku sekarang sudah jarang mengeluh, bukan karena tidak ada lagi keluhan tapi lebih karena aku tak lagi mau membatasi siapapun dengan segala keluhanku. cukup sekali aku mencurigai dan mengeluh tentangnya dan itu benar-benar membuat aku menyesal.
terakhir N, tolong beritahu dia bahwa aku sayang dan kangen sama dia, tapi dengan segala keterbatasan yang aku punya aku belum bisa menemuinya, ntah sampaikan.
kedua, kamu tidak perlu lagi repot-repot datang ke mimpku, aku tahu kamu sangat sibuk, aku tidak mau lagi kamu membuang-buang waktumu hanya untuk datang ke mimpiku. lebih baik kamu gunakan saja waktumu itu untuk hal-hal yang lebih penting.
baik-baik di sana, jaga kesehata, jaga maag mu.
N, barangkali ini adalah surat ku yang terakhir buat kamu,bahkan mungkin ini tulisan ku yang terakhir, atau setidaknya begini, ini adalah tulisan terakhir yang bisa aku posting di sini, selebihnya akan aku simpan saja semua tulisan ku. karena kamu pasti mafhum dengan ku, aku tak mungkin bisa berhenti menulis, karena hanya dengan tulisan aku sedikit bisa mengeluarkan apa yang ada dalam pikiranku.
N yang baik, terimakasih selama ini sudah mau menjadi teman ku, terimaksih sudah mau meluangkan waktu untuk membaca surat-surat ku.
seperti yang pernah aku tulis di surat ku yang ntah keberapa aku lupa, bahwa jodoh itu sama dengan rezeki, mereka tidak akan pernah tertukar dan Tuhanpun menjajikan demikain. sebagai mahluk kita hanya disuruh-Nya untuk berdoa dan berusaha. sudah titik. tapi memang terkadang kita yang terlalu sombong, menganggap apa yang kita ingin adalah mutlak sebagai rezeki ataupun jodoh kita. kita seringkali lupa bahwa Dia lah yang menentukan semuanya. lalu kemudian kita marah kepada Tuhan jika apa yang kita inginkan tak kunjung terwujud, menanggap bahwa Tuhan tidak adil, menganggap bahwa Tuhan hanya 'berpihak' kepada orang-orang tertentu sedang kita menganggap kita di luar golongan orang-orang 'tertentu' itu, kemudain berkesimpulan bahwa Tuhan pilih kasih.
ya memang begitulah tabiat manusia N, lebih tepatnya mungkin manusia yang tak pernah bersyukur macam aku.
N, yang baik, apa kamu masih suka ngopi? beberapa hari lalu aku bertemu dengan seorang ahli 'ngopi', dia memberiku satu rahasia, kamu mau tau? baiklah akan aku bagi disini. katanya kalo kamu ingin kopi mu tambah nikmat, seduhlah kopimu dengan air yang bener-benar mendidih jangan dari termos, kemudian kamu aduk kopi itu ke arah kiri beberapa menit lalu tutuplah dan diamkan beberapa menit pula, setelah itu baru kamu boleh mengaduknya dengan gula. cobalah N, kamu pasti suka.
Oya N, terimakasih beberapa malam ini kamu sudah mau datang ke mimipiku. beberapa malam ini kamu sudah mau meluangkan waktu untuk bertanya kabarku. aku baik-baik disini, aku sudah sholat lagi kok, tenang saja.
N, sebelum aku mengahiri suratku, aku punya dua permintaan, mungkin ini permintaan ku yang terakhir.
pertama. datanglah ke mimpinya, bukannya kamu selalu bilang kepadaku kalo kamu ingin mengenalnya? kamu ingin berbincang dengan dia?
datanglah ke mimipinya N, ajaklah dia berbincang sebentar, maka kamu akan tahu betapa mengasikkannya dia, betapa pintarnya dia, betapa sempurnya dia menjadi seorang perempuan. betapa dia harus mewujudkan cita-citanya, betapa dia berhak mendapat segala apa yang lebih baik dari sekedar apa yang dia inginkan.
beritahu dia bahwa aku tak pernah sejujur ini dengan orang kecuali dia, bahkan orang tua ku sendiri, agar dia tidak terlalu banyak menghabiskan waktunya untuk selalu curiga kepada ku.
beritahu dia bahwa tak semua keluhan harus diucapkan.
beritahu dia bahwa aku sekarang sudah jarang mengeluh, bukan karena tidak ada lagi keluhan tapi lebih karena aku tak lagi mau membatasi siapapun dengan segala keluhanku. cukup sekali aku mencurigai dan mengeluh tentangnya dan itu benar-benar membuat aku menyesal.
terakhir N, tolong beritahu dia bahwa aku sayang dan kangen sama dia, tapi dengan segala keterbatasan yang aku punya aku belum bisa menemuinya, ntah sampaikan.
kedua, kamu tidak perlu lagi repot-repot datang ke mimpku, aku tahu kamu sangat sibuk, aku tidak mau lagi kamu membuang-buang waktumu hanya untuk datang ke mimpiku. lebih baik kamu gunakan saja waktumu itu untuk hal-hal yang lebih penting.
baik-baik di sana, jaga kesehata, jaga maag mu.
1
Aku benar-benar sedang ingin menulis. tapi kali ini aku tak tahu apa yang akan aku tulis. sampai aku membaca postingan blog arman dhani. ya arman dhani, blogger sekaligus selebtwit yang punya hobi twitwar, yang tempo hari aku ceritakan kepadamu.
ntah sudah berapa lama aku menjadi pengikutnya, aku merasa bebarapa postingannya mewakili apa yang aku rasakan, seperti postingan dia yang terbaru yang coba akan aku tuliskan buat kamu di sini, tentu dengan beberapa editan seperlunya.
(untuk mas armandhani, aku minta izin untuk menuliskan kembali postingan mu. terima kasih sebelumnya. salam hangat dari pengikut mu).
ntah sudah berapa lama aku menjadi pengikutnya, aku merasa bebarapa postingannya mewakili apa yang aku rasakan, seperti postingan dia yang terbaru yang coba akan aku tuliskan buat kamu di sini, tentu dengan beberapa editan seperlunya.
(untuk mas armandhani, aku minta izin untuk menuliskan kembali postingan mu. terima kasih sebelumnya. salam hangat dari pengikut mu).
Dear Kamu
Awalnya banyak yang hendak aku tulis. Lalu tiba-tiba ia bubar, berantakan begitu saja, ketika aku melihat namamu tertulis di ujung surat ini. Lantas aku menghapusnya, berharap ia tidak mengganggu konsentrasiku menulis surat ini untukmu. Aku memang sedemikian lemah dan konyolnya. Tapi bolehkan kita menjadi lemah, menjadi seseorang yang tak berdaya di hadapan yang kita cintai.
Perasaanku padamu tulus. Atau setidaknya aku kira ia tulus, jika tidak tulus mengapa ia terasa begitu nyata? Begitu menyenangkan saat kita bicara, saat kita berbagi pesan, atau saat kita bersama. Mungkin ini naif, aku selalu melankolis dan selalu platonis. Aku percaya pada hal hal yang sentimentil. Aku berusaha percaya pada harapan, meski ia berkali-kali mengecewakan. Aku tentu sakit hati, tapi rasa sakit itu yang membuatku hidup.
Aku hanya bisa menulis, seperti yang aku bilang, hanya dengan menulis aku bisa menunjukan perasaanku, tentu ia bisa jadi gombal, bisa jadi murahan, bisa jadi suatu hal yang tidak penting dan boleh kamu lupakan besok. Tapi kali ini aku mau jujur, aku ingin belajar untuk percaya bahwa, barangkali dalam hitungan waktu hidupku yang tidak seberapa ini, aku masih bisa menunjukan perasaan.
Aku masih menyukaimu, tapi tentu ini bisa jadi tidak benar, sekedar kata-kata yang tidak harus kamu percayai. Lagipula siapa yang bisa percaya dengan seseorang yang tiap saat menggoda perempuan di media sosial, sering genit dengan banyak perempuan, kerap sok akrab dengan banyak perempuan. Lelaki macamku berhak tidak dipercaya, berhak tak mendapatkan perhatian, dan aku menyadari itu.
Aku tidak tahu apakah kamu sedang bersama orang lain, beberapa hari yang lalu aku melihat seorang lelaki. Ia menitipkan harapan padamu, sepertiku, barangkali ia juga jatuh cinta. Jatuh cinta pada kesederhanaanmu. Pada apa adanya dirimu. Lagipula siapa yang tidak mencintaimu? Senyum kikuk, mata terang dan semangat hidup yang begitu terik…
Barangkali ini menggelikan. Mungkin juga menyebalkan. Tapi aku ingin kamu tahu, bahwa aku mencintaimu dengan segala kedunguanku dan oleh sebab itu. Aku tidak ingin lagi membebanimu dengan perasaan-perasaanku. Aku tidak akan menuntutmu untuk mengakui keberadaanku, atau bahkan mungkin tidak perlu mempedulikan perasaanku. Karena kamu tahu? Akhir-akhir ini aku belajar, bahwa cara terbaik untuk hidup adalah merelakan yang tak bisa kita kendalikan.
Aku ingin kamu bahagia, ini klise, rumit dan sederhana sekaligus. Aku mengagumimu, mengagumi kesederhanaanmu, caramu tertawa yang malu-malu, senyum yang dipaksaakan dan betapa kamu tidak menyukai kerumunan. Kamu lebih suka diam, membaca, mendengarkan musik, sambil pelan-pelan terlelap, lantas mengomel karena tidur terlalu lama. Hal-hal yang membuatku ingin menaklukan dunia untukmu.
Aku menyadari, mungkin aku terlalu dhaif, terlalu sombong untuk percaya bahwa hanya saya yang bisa menyukaimu. Mencintaimu dan menyayangimu. Padahal mungkin di luar sana, masih ada orang yang begitu mencintaimu dengan tulus, dengan lebih baik daripada aku. Seseorang yang bisa bersetia, yang mengagumimu dengan total, seseorang yang tak bisa hidup tanpamu, seseorang yang tidak genit dan gemar menggoda perempuan lain.
Maka ketika hari ini aku melihat senyummu lagi, aku menyadari, bahwa aku mungkin terlalu egois untuk memilikimu sendiri. Barangkali aku cemburu, barangkali aku takut kehilangan, takut ditinggalkan dan takut dilupakan. Mungkin ini tidak penting bagimu, mungkin ini tidak pernah penting bagi kamu.
Mungkin Aku bahkan tidak pernah berhak bersama kamu.
Mungkin Aku bahkan tidak pernah berhak bersama kamu.
Aku perlu menyadari siapa aku dan aku tahu, kamu berhak mendapatkan seseorang yang lebih baik daripada aku. Seseorang yang menjadikanmu nomor satu, bukan pilihan yang kesekian. Seseorang yang mengutamakanmu, bukan sekedar pengganti.
Tapi terima kasih, terima kasih telah ada.
Minggu, 15 Februari 2015
Tentang Rasa (?)
Dadaku penuh sesak dengan kecemburuan. Kecemburuan yang sebenarnya tidak berhak ada dan tidak boleh ada. Perasaan-perasaan konyol yang muncul karena rasa ingin memiliki yang terlalu. Kamu bukan benda. Kamu manusia. Aku mencintaimu sebagai manusia, sebagai sesosok individu yang memiliki kehendak merdeka dan punya hak untuk ada.
Aku menginginkanmu untukku sendiri, ini egois, aku ingin membebaskanmu. Aku menyadari diriku sendiri, siapalah aku yang menginginkanmu untuk diriku sendiri, siapalah aku yang hendak memaksamu tunduk. Ini bukan perkara siapa yang lebih superior dari siapa. Ini perkara komitmen membahagiakan, dan kepadamu yang aku cintai dengan parang di hulu leherku, aku tak bisa memaksa.
Perasaanku dipenuhi dengan kemarahan, dipenuhi dengan amarah, dan sesak oleh kedengkian.
Aku mencintaimu dengan segala kelemahanku, yang sialnya adalah rasa cemburu yang dibakar amarah. Aku menginginkanmu sekarang, saat ini, untuk selalu ada. Mengecup keningmu lantas berkata bahwa semuanya baik-baik saja. Aku ingin menggandeng tanganmu, menatap lekat matamu lalu diam. Sekedar diam.
Aku mencintaimu Sayang
Reblog: armandhani.
Aku menginginkanmu untukku sendiri, ini egois, aku ingin membebaskanmu. Aku menyadari diriku sendiri, siapalah aku yang menginginkanmu untuk diriku sendiri, siapalah aku yang hendak memaksamu tunduk. Ini bukan perkara siapa yang lebih superior dari siapa. Ini perkara komitmen membahagiakan, dan kepadamu yang aku cintai dengan parang di hulu leherku, aku tak bisa memaksa.
Perasaanku dipenuhi dengan kemarahan, dipenuhi dengan amarah, dan sesak oleh kedengkian.
Aku mencintaimu dengan segala kelemahanku, yang sialnya adalah rasa cemburu yang dibakar amarah. Aku menginginkanmu sekarang, saat ini, untuk selalu ada. Mengecup keningmu lantas berkata bahwa semuanya baik-baik saja. Aku ingin menggandeng tanganmu, menatap lekat matamu lalu diam. Sekedar diam.
Aku mencintaimu Sayang
Reblog: armandhani.
Sabtu, 25 Oktober 2014
Tentang Jatuh Cinta Yang Tak Sakit-sakit Amat
Kita berdua saling mencintai. Iya. Kamu dan aku. Sama-sama sayang. Sama-sama membutuhkan. Sama-sama menginginkan dan sama-sama mengumi. Aku dengan segala kecerobohanku dan kau dengan segala kedisiplinanmu. Tapi ya itu kita, ah mungkin hanya kau saja, berpikir bahwa kita tidak mungkin bisa bersatu. Terlalu banyak hal yang dikorbankan dan terlalu banyak yang disakiti agar kita bisa bersama. Itulah kau, seseorang yang selalu ingin sempurna. Manusia yang ingin menyenangkan siapa saja dan tak ingin menyakiti.
Aku mencintaimu. Aku tak peduli dengan segala apa yang telah terjadi padamu di masa lalu. Meski kau, dengan segala pemikiranmu yang cemerlang, ternyata masih senang berkutat dan berkubang pada masa lalu. Semua orang begitu. Akupun demikian. Aku memelihara dendam dari rupa sahabat di masa lalu. Kau tak menyukai ini. Kau ingin aku bahagia. Aku juga ingin kau bahagia. Kau menolak. Kau bilang kau ingin hidup baik baik saja. Tidak bahagia tapi cukup saja
Aku tak cakap berkata gombal. Tapi aku cakap dalam merayu. Gombal perlu imajinasi sedang merayu yang kau butuhkan hanyalah kata-kata indah. Sementara kau adalah keindahan itu sendiri. Puisi yang selesai. Buku yang tamat dan musik yang pamungkas. Apalagi yang aku butuhkan? Segala tentangmu adalah cinta dan segala cinta adalah tentangmu. Kamu adalah yang tunggal aku bisa apa? Selain merayu dan mencintaimu dengan gegap gempita dan sorak sorai.
"Hidupku sudah selesai. Aku pernah melawan orang yang aku cintai untuk kemudian berkalang benci mengutuk cinta yang lain," katamu.
Tapi siapa yang tidak? Bahkan dalam kesunyiannya Iblis mengutuk dirinya sendiri. Andai saja ketika penciptaan Adam ia mau sujud mungkin ia masih mendapatkan cinta Nya. Kita punya definisi masing-masing soal hidup yang sempurna. Soal cinta yang sempurna dan soal makanan yang sempurna. Kamu tahu aku menyukai Indomie Goreng. Mi instan yang kau kutuk karena membuatku lemah dan sakit. Kamu memintaku berhenti makan mi instan, sementara kau mengakrabi penderitaan.
"Aku hanya ingin kamu bahagia. Aku tidak ingin kau mencintaiku atau peduli padaku," katamu.
"Omong kosong," kujawab.
Cinta itu kegawatan sederhana. Dibikin besar karena perasaan perasaan sementara yang lahir dari endorfin. Kamu tahu itu, aku tahu ini dan kita berdua menikmatinya. Kita melawan apa yang kita pikir bisa kita taklukan. Kamu hanya menyerah pada dirimu sendiri, sedangkan aku menyerah pada apapun yang membuatmu berhenti. Cinta sesederhana itu. Seperti menyiapkan sarapan pagimu. Segelas susu dan sebuah apel. Kebahagian seharusnya tidak rumit. Mengapa harus dipersulit oleh sesuatu yang bisa membuatmu senang?
Cinta selalu picisan dan norak. Mereka selalu congkak dan naif. Hanya bisa memberikan kesakitan dan luka dari nanah. Tapi apa yang tidak melukai? Bahkan Yesus pun menyeru pada Bapa Nya tentang nasib yang terlalu sedih. Bukankah ia lantas menerima dan menebus dosa umat manusia dengan kematiannya? Apa yang membuat kita ragu sayangku? Apa yang membuat kita menunggu? Jika gigirmu menyimpan luka dan kegetiran masa silam? Mengapa tak kau memberikan aku kesempatan menyembuhkannya? Membiarkan koreng itu terlepas hingga tuntas.
Cinta seharusnya tidak menyakiti. Yang menyakiti itu maagh, asam lambung, diabetes, rokok, kopi, indomie dan tahu tek. Makanan yang membuat kita lena lantas tersiksa. Kehidupan yang terlalu dipacu hingga membuat kita membuat kita terburu. Untuk apa? Untuk kemudian kelelahan, depresi dan menyesali waktu yang telah lewat tanpa bisa melakukan perubahan? Lantas apa yang kamu inginkan? Hidup yang monokrom dan monoton? Merayakan hitamnya jiwa dalam suasana tidak tenang?
"Tidak sesederhana itu. Kita tidak hidup sendiri. Aku tak bisa memilih," katamu.
Kita semua punya pilihan dan setiap pilihan punya konsekwensi apa boleh bikin. Kau bukannya tak mau memilih. Kau takut pada akibat dari pilihan itu. Kita semua takut sayang. Tapi kau harus tahu kau tak akan menjalani ketakutan itu sendirian. Kita akan menjalani ketakutan itu bersama-sama dan menaklukan hal itu satu persatu. Ketakutan itu hanyalah sedikit dari hal yang bisa kita hadapi dengan kebersamaan.
Kebersamaan adalah kekuatan. Kau tak akan sendiri menghadapi hidup yang tengik dan bacin. Aku akan berada bersamamu bukan sebagai pelengkap rusuk. Tapi sebagai rekan bajak laut yang siap sedia merebut kebahagiaan. Kita adalah sepasang kekasih yang mempecundangi kebuntuan hidup. Menertawakan sisa-sisa kesialan dengan seonggok perdebatan. Lantas berlayar menikmati senja sambil berciuman. Kau dan aku adalah keabadian yang gagal dihentikan oleh penderitaan.
Kau mesti belajar pada Al Hallaj. Ia mengagumi kebersamaan hingga pada tahap penyatuan diri dengan tuhan. Tentu bukan tuhan sebagai mahluk tapi tuhan sebagai sebuah ide cinta. Bahwa dia adalah sebuah rangkaian gagasan pemikiran tentang ketunggalan. Cinta pamungkas yang tak lagi bisa dimengerti nalar dan perasaan. Kamu tahu sayang? Cinta yang menyatu tidak butuh alasan. Cinta yang mengerti tidak butuh pembenaran. Cinta itu bersama dan saling menguatkan.
"Dulu ada seseorang yang berkata demikian hingga ia pergi dan hilang pelan-pelan," katamu.
Tentu aja kita pernah dikhianati. Ditikam harapan. Kau mungkin enam tahun aku mungkin tiga tahun. Tapi adakah perbedaan derajat dihadapan penderitaan? Aku kira tak ada. Semua pengkhianatan adalah sama. Kau dan aku begitu. Kita sama sama mengutuk dan memelihara dendam. Lantas menikmati semuanya pelan pelan seperti candu. Kau membenci manusia lantas abai pada cinta, sedangkan aku membenci manusia dan tak percaya perkawanan lagi. Kita adalah sepasang manusia invalid yang saling melengkapi.
"Kamu tak tahu aku. Bisakah aku mencintaimu seperti dahulu? Dalam diam dan dari kejauhan," katamu.
Tentu saja bisa. Aku bisa saja meninggalkanmu. Membiarkanmu sendirian. Membuatmu menjalani sisa hidupmu yang apa boleh buat itu. Hidup dengan membosankan menjalani kerja dalam kubikel. Memenuhi satu tuntutan untuk kemudian disibukan dengan tuntutan yang lain. Hidup dengan memenuhi permintaan orang yang tak kau senangi agar mereka berhenti merecokimu dengan basa basi tengik. Hidup dengan orang yang tak benar-benar kau cintai, beranak lantas hidup lintang pukang menghadiri arisan ini itu. Tapi apakah itu hidup yang kamu mau?
Kau hanya akan menggenapi keinginan orang tuamu, suamimu, tetanggamu dan orang-orang yang seolah mengerti kau. Hidupmu hanyalah sekedar menyelesaikan tugas, menunaikan janji dan memenuhi harapan. Sementara kau tak punya waktu untuk dirimu sendiri. Kau bahkan lupa kapan terakhir kau benar benar tersenyum dan bahagia untuk dirimu sendiri. Kegetiran semacam ini akan kau terima lantas kau jalani sebagai sebuah keseharian. Seolah olah ini adalah kebenaran dan selayaknya terjadi padamu.
"Ya, Aku ingin hidup semacam ini," jawabmu segera.
Kamu tidak pandai berbohong seperti kamu tak pandai menyegerakan tidur. Lingkar mata pandamu membuatku selalu rindu. Juga sikapmu yang lebih keras kepala daripada keputusan-keputusan yang dibuat Hatta saat pembuangan. Kita menerima nasib sebagai sebuah kesunyian selepas kita berusaha melawan dan menundukannya. Tidak ada nasib yang tak bisa dirubah seperti juga tak ada takdir yang tak bisa diarahkan. Tuhan menciptakan takdir bukan untuk diterima sebagai sebuah taklid buta. Ia harus diperjuangkan.
Meyakini hidup sebagai sebuah arus statis dan kita mengikutinya bagiku adalah menghina ke maha hebat an tuhan. Kamu tahu itu dan aku meyakini ini. Apa yang bisa kita lakukan adalah memperjuangkan apa yang kita yakini sekuat-kuatnya, sebaik-baiknya. Ini yang membuat kita menjadi manusia. Aku meyakinimu sebagai sebuah kebahagiaan lain. Lantas aku memperjuangkanmu, perkara pada hasilnya kau akan menikahi orang yang tak kau sukai itu urusan lain. Aku mencintaimu dan masa bodoh dengan yang lain.
Kamu tahu lagu dangdut? Mereka adalah sebenar-benarnya cinta. Mereka tahu dangdut telah kepalang brengsek dituduh sebagai musik kampungan. Mereka diam saja. Mereka malah bicara dengan lirik melayu mendayu-dayu soal cinta yang gagal, kandas, dan sumbing dengan kepala tegak. Dangdut merayakan kekalahan nasib secara paripurna. Setidaknya mereka ingin berkata "Aku telah memperjuangkan apa yang aku yakini sebagai sebuah cinta dan aku masa bodoh dengan kalian."
"Aku sudah pernah berjuang dan kalah, aku tak siap untuk dikhianati lagi," katamu.
Aku juga tak siap, siapapun ku kira tidak siap untuk dikhianati lagi. Tapi setiap manusia punya kesiapan untuk menghadapi apa yang belum pasti. Menempa diri dengan yang tanda tanya adalah salah satu jalan untuk menjadi manusia. Kau akan dihadapkan pada sebuah situasi yang tak jelas. Kau akan dikalahkan, memenangkan atau dipaksa menyerah. Apapun yang terjadi, pada masing-masing skenario hidupmu akan berkembang sayangku. Menjadi hidup yang lebih pejal dan lebih liat.
Aku mencintaimu dengan keras kepala dan tanpa logika. Lagipula untuk apa berpikir? Kau adalah segala yang bernama surga sementara. Tidak abadi namun molek, ranum dan membuai. Apakah salah aku mengejar hal fana? Aku mahluk dunia maka kodratku adalah mencintai hal duniawi. Tentu kita bukan santo yang memutuskan untuk selibat. Tapi cinta, seperti kata Santo John sang Salib, adalah api yang membakar malam. Ia menerangi yang gelap dan menghangatkan yang dingin.
Aku ingin menjadi alasan hidupmu kembali bercahaya. Aku ingin menjadi alasan dirimu tenang di malam hari. Aku ingin mencumbumu setiap malam. Mencium tengkukmu lantas memijat pundakmu hingga lemas. Hingga kau lega dan siap bercinta denganku dalam keriangan. Kita bercinta begitu panas sehingga udara tak lagi kenal kata dingin. Aku ingin memelukmu sepuasnya dan bercengkrama dalam ketelanjangan. Dan semoga yang demikian bisa menjadi pengganti kafein yang kau tenggak setiap hari.
"Hidup tidak semudah itu sayangku. Hidup adalah nasib brengsek yang tak bisa kita lawan," katamu.
Tentu. Tak ada hidup yang mudah. Hidup yang mudah tak layak dijalani. Karena itu kekasihku. Aku akan menunggumu untuk percaya. Apakah kita akan diam dan menerima perpisahan ini ataukah berusaha mempertahankan kebahagiaan. Ini klise dan gombal. Tapi lebih baik gombal dan klise daripada memelihara kebencian dan negativitas.
-disadur dari blog pribadi armandani.
Aku mencintaimu. Aku tak peduli dengan segala apa yang telah terjadi padamu di masa lalu. Meski kau, dengan segala pemikiranmu yang cemerlang, ternyata masih senang berkutat dan berkubang pada masa lalu. Semua orang begitu. Akupun demikian. Aku memelihara dendam dari rupa sahabat di masa lalu. Kau tak menyukai ini. Kau ingin aku bahagia. Aku juga ingin kau bahagia. Kau menolak. Kau bilang kau ingin hidup baik baik saja. Tidak bahagia tapi cukup saja
Aku tak cakap berkata gombal. Tapi aku cakap dalam merayu. Gombal perlu imajinasi sedang merayu yang kau butuhkan hanyalah kata-kata indah. Sementara kau adalah keindahan itu sendiri. Puisi yang selesai. Buku yang tamat dan musik yang pamungkas. Apalagi yang aku butuhkan? Segala tentangmu adalah cinta dan segala cinta adalah tentangmu. Kamu adalah yang tunggal aku bisa apa? Selain merayu dan mencintaimu dengan gegap gempita dan sorak sorai.
"Hidupku sudah selesai. Aku pernah melawan orang yang aku cintai untuk kemudian berkalang benci mengutuk cinta yang lain," katamu.
Tapi siapa yang tidak? Bahkan dalam kesunyiannya Iblis mengutuk dirinya sendiri. Andai saja ketika penciptaan Adam ia mau sujud mungkin ia masih mendapatkan cinta Nya. Kita punya definisi masing-masing soal hidup yang sempurna. Soal cinta yang sempurna dan soal makanan yang sempurna. Kamu tahu aku menyukai Indomie Goreng. Mi instan yang kau kutuk karena membuatku lemah dan sakit. Kamu memintaku berhenti makan mi instan, sementara kau mengakrabi penderitaan.
"Aku hanya ingin kamu bahagia. Aku tidak ingin kau mencintaiku atau peduli padaku," katamu.
"Omong kosong," kujawab.
Cinta itu kegawatan sederhana. Dibikin besar karena perasaan perasaan sementara yang lahir dari endorfin. Kamu tahu itu, aku tahu ini dan kita berdua menikmatinya. Kita melawan apa yang kita pikir bisa kita taklukan. Kamu hanya menyerah pada dirimu sendiri, sedangkan aku menyerah pada apapun yang membuatmu berhenti. Cinta sesederhana itu. Seperti menyiapkan sarapan pagimu. Segelas susu dan sebuah apel. Kebahagian seharusnya tidak rumit. Mengapa harus dipersulit oleh sesuatu yang bisa membuatmu senang?
Cinta selalu picisan dan norak. Mereka selalu congkak dan naif. Hanya bisa memberikan kesakitan dan luka dari nanah. Tapi apa yang tidak melukai? Bahkan Yesus pun menyeru pada Bapa Nya tentang nasib yang terlalu sedih. Bukankah ia lantas menerima dan menebus dosa umat manusia dengan kematiannya? Apa yang membuat kita ragu sayangku? Apa yang membuat kita menunggu? Jika gigirmu menyimpan luka dan kegetiran masa silam? Mengapa tak kau memberikan aku kesempatan menyembuhkannya? Membiarkan koreng itu terlepas hingga tuntas.
Cinta seharusnya tidak menyakiti. Yang menyakiti itu maagh, asam lambung, diabetes, rokok, kopi, indomie dan tahu tek. Makanan yang membuat kita lena lantas tersiksa. Kehidupan yang terlalu dipacu hingga membuat kita membuat kita terburu. Untuk apa? Untuk kemudian kelelahan, depresi dan menyesali waktu yang telah lewat tanpa bisa melakukan perubahan? Lantas apa yang kamu inginkan? Hidup yang monokrom dan monoton? Merayakan hitamnya jiwa dalam suasana tidak tenang?
"Tidak sesederhana itu. Kita tidak hidup sendiri. Aku tak bisa memilih," katamu.
Kita semua punya pilihan dan setiap pilihan punya konsekwensi apa boleh bikin. Kau bukannya tak mau memilih. Kau takut pada akibat dari pilihan itu. Kita semua takut sayang. Tapi kau harus tahu kau tak akan menjalani ketakutan itu sendirian. Kita akan menjalani ketakutan itu bersama-sama dan menaklukan hal itu satu persatu. Ketakutan itu hanyalah sedikit dari hal yang bisa kita hadapi dengan kebersamaan.
Kebersamaan adalah kekuatan. Kau tak akan sendiri menghadapi hidup yang tengik dan bacin. Aku akan berada bersamamu bukan sebagai pelengkap rusuk. Tapi sebagai rekan bajak laut yang siap sedia merebut kebahagiaan. Kita adalah sepasang kekasih yang mempecundangi kebuntuan hidup. Menertawakan sisa-sisa kesialan dengan seonggok perdebatan. Lantas berlayar menikmati senja sambil berciuman. Kau dan aku adalah keabadian yang gagal dihentikan oleh penderitaan.
Kau mesti belajar pada Al Hallaj. Ia mengagumi kebersamaan hingga pada tahap penyatuan diri dengan tuhan. Tentu bukan tuhan sebagai mahluk tapi tuhan sebagai sebuah ide cinta. Bahwa dia adalah sebuah rangkaian gagasan pemikiran tentang ketunggalan. Cinta pamungkas yang tak lagi bisa dimengerti nalar dan perasaan. Kamu tahu sayang? Cinta yang menyatu tidak butuh alasan. Cinta yang mengerti tidak butuh pembenaran. Cinta itu bersama dan saling menguatkan.
"Dulu ada seseorang yang berkata demikian hingga ia pergi dan hilang pelan-pelan," katamu.
Tentu aja kita pernah dikhianati. Ditikam harapan. Kau mungkin enam tahun aku mungkin tiga tahun. Tapi adakah perbedaan derajat dihadapan penderitaan? Aku kira tak ada. Semua pengkhianatan adalah sama. Kau dan aku begitu. Kita sama sama mengutuk dan memelihara dendam. Lantas menikmati semuanya pelan pelan seperti candu. Kau membenci manusia lantas abai pada cinta, sedangkan aku membenci manusia dan tak percaya perkawanan lagi. Kita adalah sepasang manusia invalid yang saling melengkapi.
"Kamu tak tahu aku. Bisakah aku mencintaimu seperti dahulu? Dalam diam dan dari kejauhan," katamu.
Tentu saja bisa. Aku bisa saja meninggalkanmu. Membiarkanmu sendirian. Membuatmu menjalani sisa hidupmu yang apa boleh buat itu. Hidup dengan membosankan menjalani kerja dalam kubikel. Memenuhi satu tuntutan untuk kemudian disibukan dengan tuntutan yang lain. Hidup dengan memenuhi permintaan orang yang tak kau senangi agar mereka berhenti merecokimu dengan basa basi tengik. Hidup dengan orang yang tak benar-benar kau cintai, beranak lantas hidup lintang pukang menghadiri arisan ini itu. Tapi apakah itu hidup yang kamu mau?
Kau hanya akan menggenapi keinginan orang tuamu, suamimu, tetanggamu dan orang-orang yang seolah mengerti kau. Hidupmu hanyalah sekedar menyelesaikan tugas, menunaikan janji dan memenuhi harapan. Sementara kau tak punya waktu untuk dirimu sendiri. Kau bahkan lupa kapan terakhir kau benar benar tersenyum dan bahagia untuk dirimu sendiri. Kegetiran semacam ini akan kau terima lantas kau jalani sebagai sebuah keseharian. Seolah olah ini adalah kebenaran dan selayaknya terjadi padamu.
"Ya, Aku ingin hidup semacam ini," jawabmu segera.
Kamu tidak pandai berbohong seperti kamu tak pandai menyegerakan tidur. Lingkar mata pandamu membuatku selalu rindu. Juga sikapmu yang lebih keras kepala daripada keputusan-keputusan yang dibuat Hatta saat pembuangan. Kita menerima nasib sebagai sebuah kesunyian selepas kita berusaha melawan dan menundukannya. Tidak ada nasib yang tak bisa dirubah seperti juga tak ada takdir yang tak bisa diarahkan. Tuhan menciptakan takdir bukan untuk diterima sebagai sebuah taklid buta. Ia harus diperjuangkan.
Meyakini hidup sebagai sebuah arus statis dan kita mengikutinya bagiku adalah menghina ke maha hebat an tuhan. Kamu tahu itu dan aku meyakini ini. Apa yang bisa kita lakukan adalah memperjuangkan apa yang kita yakini sekuat-kuatnya, sebaik-baiknya. Ini yang membuat kita menjadi manusia. Aku meyakinimu sebagai sebuah kebahagiaan lain. Lantas aku memperjuangkanmu, perkara pada hasilnya kau akan menikahi orang yang tak kau sukai itu urusan lain. Aku mencintaimu dan masa bodoh dengan yang lain.
Kamu tahu lagu dangdut? Mereka adalah sebenar-benarnya cinta. Mereka tahu dangdut telah kepalang brengsek dituduh sebagai musik kampungan. Mereka diam saja. Mereka malah bicara dengan lirik melayu mendayu-dayu soal cinta yang gagal, kandas, dan sumbing dengan kepala tegak. Dangdut merayakan kekalahan nasib secara paripurna. Setidaknya mereka ingin berkata "Aku telah memperjuangkan apa yang aku yakini sebagai sebuah cinta dan aku masa bodoh dengan kalian."
"Aku sudah pernah berjuang dan kalah, aku tak siap untuk dikhianati lagi," katamu.
Aku juga tak siap, siapapun ku kira tidak siap untuk dikhianati lagi. Tapi setiap manusia punya kesiapan untuk menghadapi apa yang belum pasti. Menempa diri dengan yang tanda tanya adalah salah satu jalan untuk menjadi manusia. Kau akan dihadapkan pada sebuah situasi yang tak jelas. Kau akan dikalahkan, memenangkan atau dipaksa menyerah. Apapun yang terjadi, pada masing-masing skenario hidupmu akan berkembang sayangku. Menjadi hidup yang lebih pejal dan lebih liat.
Aku mencintaimu dengan keras kepala dan tanpa logika. Lagipula untuk apa berpikir? Kau adalah segala yang bernama surga sementara. Tidak abadi namun molek, ranum dan membuai. Apakah salah aku mengejar hal fana? Aku mahluk dunia maka kodratku adalah mencintai hal duniawi. Tentu kita bukan santo yang memutuskan untuk selibat. Tapi cinta, seperti kata Santo John sang Salib, adalah api yang membakar malam. Ia menerangi yang gelap dan menghangatkan yang dingin.
Aku ingin menjadi alasan hidupmu kembali bercahaya. Aku ingin menjadi alasan dirimu tenang di malam hari. Aku ingin mencumbumu setiap malam. Mencium tengkukmu lantas memijat pundakmu hingga lemas. Hingga kau lega dan siap bercinta denganku dalam keriangan. Kita bercinta begitu panas sehingga udara tak lagi kenal kata dingin. Aku ingin memelukmu sepuasnya dan bercengkrama dalam ketelanjangan. Dan semoga yang demikian bisa menjadi pengganti kafein yang kau tenggak setiap hari.
"Hidup tidak semudah itu sayangku. Hidup adalah nasib brengsek yang tak bisa kita lawan," katamu.
Tentu. Tak ada hidup yang mudah. Hidup yang mudah tak layak dijalani. Karena itu kekasihku. Aku akan menunggumu untuk percaya. Apakah kita akan diam dan menerima perpisahan ini ataukah berusaha mempertahankan kebahagiaan. Ini klise dan gombal. Tapi lebih baik gombal dan klise daripada memelihara kebencian dan negativitas.
-disadur dari blog pribadi armandani.
Senin, 13 Oktober 2014
Gumam Rindu
"Ada dua jenis kerinduan. Kerinduan pertama tersebab kita pernah merasakan sesuatu dan kita menginginkannya kembali. Kerinduan kedua tersebab kita tak pernah mengalaminya dan benar-benar merasakannya, setia menunggu dalam penantian yang lugu." Setidaknya itu menurut apa yang pernah aku baca.
Rindu adalah rasa, dia tak berwujud.
Rindu adalah rasa pedas pada lotek depan gerbang.
Rindu adalah rasa asin kuah coto makassar kiriman temanmu.
Rindu adalah rasa pahit pada secangkir kopi yang aku cecàp tiap pagi.
Rindu adalah rupa lain harapan.
Jika kamu pikir rindu hanya untuk segala sesuatu yang pernah kamu temui, maka aku lah orang pertama yang akan menyalahkan mu.
Aku rindu kamu.
Minggu, 12 Oktober 2014
Ibu
Ibu adalah segala sesuatu tentang kesabaran yang tak terbatas.
Ibu adalah segala sesuatu tentang kasih sayang yang tak pernah sirna.
Ibu adalah segala sesuatu tentang keikhlasan memberi tanpa pamrih.
Ibu adalah segala sesuatu tentang kepedulian remeh-temeh yang kadang kita acuhkan.
Ibu adalah segala sesuatu tentang kerinduan yang tak pernah terungkap.
Ibu adalah segala sesuatu tentang sambal tongkol pedas manis kesukaan.
Ibu adalah segala sesuatu tentang pijatan lembut di kepala dan teh pahit hangat saat sakit.
Ibu adalah segala sesuatu tentang pelukan hangat dikala dingin hujan tengah malam.
Ibu adalah segala sesuatu yang bernama keindahan Tuhan di dunia.
Selamat malam ibu.
Salam dan peluk dari anak mu yang paling keras kepala dan sering membuat mu cemas.
Langganan:
Postingan (Atom)